BALADA PENJUAL PASTELIA
Oleh
Maria Meidiatami Kira
“Gua jatoh dari motor kayak gayanya Superman!” suara nyaring
itu terdengar menggebu di kelas.
“Berarti
lu gak jua……..”
***
“Aku
hari ini mau sarapan Pastelia aja ah!” dengan muka lusuh yang segar, saya
menentukan menu sarapan.
Greeeek… cekrek…
Kaki melangkah masuk ruang kelas. Kiri. Kanan. Kiri. Kanan. Kiri.
Kanan. Menuju bangku di baris kedua, paling ujung, luar.
Kruyuuuk…
Perut menderu minta makan. Suasana
kelas yang ramai, saat itu, membuat suara deru perut itu tersipu. Pandangan
mata menyapu seisi sudut, menelusur. Di manakah Pastelia yang biasanya
ditawarkan seorang menggebu-gebu yang akan menjadi pahlawan bagi perut
keroncongan hari itu. Sabtu.
Rambutnya hitam, panjang, bergelombang. Tingginya sekitar
167 cm. Kaos. Celana jeans panjang.
Sepatu bertali. Suaranya kencang. Keras. Logatnya ‘lo gua’. Desi Permatasari. Penjual Pastelia.
Pagi hari petani ke sawah,
membawa cangkul di tangan kiri.
Hari Sabtu ada kuliah,
lapar perut setengah mati.
Di sawah petani mencangkul,
tanah-tanah menempel di bajunya.
Hari ini sial betul,
Desi tidak jualan rupanya.
Perban putih bercorak betadine meliliti tangan kanan mahasiswi
jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara ini. Hal itu membuatnya tidak
bisa berjualan. Bahkan, menulis pun menjadi hal yang sulit ia lakukan sekarang.
Kecelakaan motor yang dialaminya pada Rabu malam, 8 Mei 2013, adalah kecelakaan
dengan motor lainnya. Motor itu dinaiki dua orang. Lelaki. Masih muda. SMA nampaknya.
Sepeda motornya alay.
Jalanan tanpa lampu penerangan di pukul sepuluh malam. Dekat
SPBU. Warung-warung kecil berdiri sunyi di selasar jalan yang sepi, di daerah
Cisauk, sekitar Legok. Hujan meninggalkan jejaknya di sana. Motor Blade, putih-silver,
B 3922 NJE, jatuh. Sweater abu-abu, jeans biru dongker, sepatu kets hijau,
kaus kaki cokelat, helm putih, yang dikenakan gadis asal bogor itu. Tangannya
ngilu. Ia bingung. Linglung.
Sepeda
motor yang menabrak Blade Desi sebelumnya berada di balik truk-truk tronton,
tronton hijau dan tronton oranye. Asal membelok. Tidak menggunakan helm. Tidak
menggunakan sepatu. Tidak ada polisi di situ.
“Gua juga ragu-ragu mau pilih jalan ke
kiri atau ke kanan. Kalau ke kiri, ada tronton. Jadi, gua pilih jalan ke kanan, jalan umum, rame. Jadi, kalo ragu-ragu,
baiknya jangan dilakuin,” kenangnya.
Naas ini
tidak dialami Desi saja. Divisi Humas Mabes Polri atas rekap Korps Lalu Lintas
Kepolisian Republik Indonesia, dalam artikel republika.co.id, menyebutkan bahwa di tahun 2012 lalu ada 111.015
kecelakaan sepeda motor. Angka ini turun dari tahun sebelumnya. Pada 2011, ada
151.591 kecelakaan sepeda motor. Sebagian besar disebabkan human error. Selain itu, kecelakaan terjadi karena jalan rusak, bergelombang,
dan unsur lingkungan. Kasus lainnya terjadi karena kendaraan yang digunakan
sudah tidak layak. Penjual Pastelia ini hanya luka ringan di tangan kanan.
Kenyatannya, kurang lebih ada 27.441 orang tewas akibat kecelakaan motor.
“Kalo udah jadi musibah mau diapain
lagi,” ujarnya jenaka, disela trauma yang masih terjadi seiring ingatannya yang
menelusur kejadian malam itu, usai dirinya siaran radio.
Kini tinggal kapas yang tertempel di
lukanya. Di dua titik lengannya. Keadaan Desi kian membaik dari hari ke hari.
Ia sudah mengendarai Blade-nya kembali. Namun tetap, ia belum berjualan
Pastelia lagi.
“Bawa
motor yang hati-hati,” pesannya kepada seluruh pengendara motor.
***
“Berarti
lu gak jualan Pastelia dong
hari ini?” saya gusar. Belum makan. Lapar.
“Kaga. Tangan gua begini masa jualan.”
“Yaaaaaaaaaaah……”
Siomay, martabak sayur, martabak
manis, smoke beef, smoke chicken, chicken wrap, pisang
cokelat, pie susu, chicken teriyaki. Saya tidak menemuinya
di hari itu, Sabtu. Balada penjual Pastelia berlalu. Pop Mie jadi sarapan pagi
yang tak sabar lagi menunggu.
Maria Meidiatami Kira/ 11140110018
tamikira.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar