ITULAH
CERITA SI PENGASUH
Oleh Maria Meidiatami Kira
Timang-timang
anakku sayang,
cepatlah
tidur, janganlah nakal….
Timang-timang
anakku sayang,
mimpi
yang indah, nyenyakkan tidurmu….
Sayup-sayup
angin dingin, berbisik, menghantarkan suara girang para bocah sore itu, kepada
Ningsih. Engsel ayunan berderit, menemani tawa ceria para balita yang ditemani
pengasuhnya. Begitu pula yang dilakukan seorang ibu berusia 30 tahun itu,
sehari-hari.
Rambutnya
tipis, hitam, diikat satu. Wajahnya belum berkerut. Lesung pipit di kedua
pipinya menjadi saksi bisu suka-duka hidup. Kulitnya sawo matang, sebagian
karena terik matahari. Tubuhnya mungil, kurus. Bajunya rapi. Biru muda. Pakaian
khas pengasuh.
Dari
kejauhan, tampaklah pemandangan yang tidak asing. Ya. Itulah pekerjaan yang
sudah menjadi kegiatan ibu muda asal Brebes ini. Mengasuh balita, di saat
putrinya di rumah juga membutuhkan kehadiran sosok ibu yang menjaganya.
Kiri.
Kanan. Kiri. Kanan. Kejar ke sana. Kejar ke sini. Dari jalan pelan hingga berlari.
“Kalo kerja rumahan kan sekali selesai ya udah.
Kalo jadi pengasuh, istirahatnya
paling pas yang dijaga udah tidur,” tutur Ningsih. Matanya yang
cekatan melihat-lihat ke arah anak asuhnya yang dua tahun usia.
Ngik…ngik…ngik…
Matahari
sembunyi di balik awan hitam, sore itu, ketika Ningsih mulai mengisahkan
perjalanan hidupnya. Suasana dipenuhi tawa. Ia bercerita di permainan kursi
putar, di pinggir taman. Hati mendadak pilu mendengar ucapan resah ibu muda
ini, “Rasanya gak kuat pas pertama
kali. Aku keinget terus sama anakku di rumah. Umurnya beda satu tahun sama
anaknya bos. Rasanya sering pingin
nangis.”
Ngik…ngik…ngik…
Matanya yang
bundar dan besar berkaca-kaca. Angin sore itu menyapu titikan air mata yang
tidak jadi berlinang. Membisu. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu
dilewatinya dengan menjadi pengasuh, memberi makan, menemani bercerita,
menemani bermain, menidurkan anak asuhnya. Semua hal yang seharusnya masih ia
lakukan juga untuk anak kandungnya. “Ya mau gimana lagi, ci, ekonomi sulit. Apalagi suamiku cuma jadi supir. Saya harus
bantu-bantu biaya hidup keluarga,” kata Ningsih seraya memandang ke sekeliling,
menyadari taman yang kini seolah bisu.
Grrrsk….grrrsk….ngik….krek….
Dunia
adalah sama bagi setiap anak-anak, dan Ningsih kecil. Bahagia. Penuh mimpi.
Penuh cerita. Sekolah Dasar. Ningsih menikmati indahnya pendidikan hanya
sebatas Sekolah Dasar. Tingkatan pendidikan tidak membunuh mimpi Ningsih kecil
saat itu. Ia bercita-cita menjadi perawat. Menolong orang sakit. Membantu
dokter. Merawat pasien. “Makanya, ci,
besok kalo anakku wis gedhe mau tak sekolahin perawat, supaya gak kayak ibu bapaknya,” ucap Ningsih,
lirih.
Bila
kelak engkau dewasa
sayangi
saudara, sayangi sesama
dengan
cinta….
Anak
asuh yang terkadang nakal, tidak menurut, suka membuat panik, dan terkadang
semaunya sendiri tidak membuat Ningsih berhenti bekerja. Anak yang menunggunya
pulang ke rumah adalah motivasi terbesar untuk mengalahkan segala kesulitan
yang datang silih berganti. Pagi. Siang. Sore. Malam.
Ngik….ngik….greeeeeek….
Ahahahaha! Ihihihihi!
Suasana
kembali cair. Sore itu kembali ceria. Pandangan mata Ningsih beralih sejenak,
mengamati anak asuhnya yang kini ikut bermain di kursi putar. Merah. Kuning.
Biru. Ningsih. Anak asuh.
“Selama
ini majikan baik,” kata Ningsih seraya menerawang masa depan yang tidak diketahui
ada di hadapannya atau tidak, “yang jadi prinsipku selama ini ya kalo ngerjain
sesuatu itu harus selesai.” Harapannya selalu nyata. Mengantarkan
keluarganya menuju sejahtera. Menyekolahkan putrinya agar bisa jadi perawat.
Greeeek….greeeek….ngik….
Seorang
anak. Istri. Ibu. Pengasuh anak. Ningsih mengemban tugas-tugas mulia. Kiri.
Kanan. Ke sana. Ke sini. Segala sudut rumah dilaluinya demi menjaga anak
asuhan. Bayangan putrinya selalu menjadi motivasinya dalam bekerja.
Tunggu
ibuk pulang ya, nak. Ibuk pasti pulang.
Lirih.
Namun, senyum bahagia tetap tersungging di wajah ibu muda itu. Ia berjalan,
menjauh, mengejar si anak asuh. Suaranya menghilang seiring langkahnya yang teguh.
Perlahan sang hidup mulai tertegun, “Itulah cerita si pengasuh.”
Timang-timang
anakku sayang,
jangan
menangis, bunda bernyanyi….*
*Syair : Timang-Timang Anakku Sayang
(Anang & Krisdayanti)
Maria Meidiatami Kira
11140110018
tamikira.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar