Oleh Maria Meidiatami Kira
Kalau orang tanya
“mengapa”, aku jawab “karena”.
Kalau orang tanya
“kapan”, aku jawab “ya nantilah”.
Kalau orang tanya
“siapa”, aku jawab………..
***
Ngeeek. Krek. Krek. Krek.
Jaket merah tergantung di pojok
kamar. Meja belajar ramai: spidol mejikuhibiniu,
buku gambar A3, pensil warna, papan tulis mini, beberapa buku catatan, jam
weker putih, laptop, HP.
Resah rintik hujan
Yang tak henti
menemani
Sunyinya malam ini
Sejak dirimu jauh dari
pelukan
Selamat jalan kekasih
Kejarlah cita-cita
Jangan kau ragu tuk melangkah
Demi masa depan
Dan segala kemungkinan
Bisikan
lagu lama yang dinyanyikan almarhum Chrisye simpang siur melewati pikiran yang tidak ingin diingat.
Ah. Rasanya udah gak sama. Biasa aja.
Bisikan
lagu lama mengantarkan impian yang hanya jadi cerita. Banyak hal yang bisa
diingat: cita-cita, masa depan, dan kemungkinan. Ya. Hanya bisa diingat.
Suatu hari nanti
Kita kan bersama lagi
Bersama lagi
Kita berdua
Bisikan lagu lama yang maknanya
kini berbeda. Tidak akan ada kesempatan kedua. Aku. Kamu. Kita. Kamu. Kamu.
Kamu. Aku. Sendirian. Tidak ada “berdua”.
Ketika ke”aku”an menjadi biasa, muncul “kamu”, yang bisa
menghapuskan jejak lama. Bukan pelarian. Bukan obat lupa.
Dunia yang aneh atau memang ini bukan jalan kita. Susah, loh, bergerak
maju dari keadaan yang bahkan mengingat ceritanya lagi sudah lelah. Ketika
pikiran terbuka dan bisikan lagu lama mulai terdengar indah lagi, “kamu” pergi entah
ke mana. Entah. Berubah.
Bisikan
lagu lama yang tidak jelas lagi maknanya. Hilang.
Krik. Krik. Krik. Krik. Ngeeeeek.
Tas kamera
di lantai. Televisi tidak menyala. Pendingin ruangan berdesis hampa. Buku-buku
di rak kayu berjajar. Lagu lama, tak lagi ingin didengar.
***
Kalau aku tanya
“mengapa”, jawablah “rahasia”.
Kalau aku tanya
“kapan”, jawablah “segera”.
Kalau aku tanya
“siapa”, jawablah………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar